Minggu, 16 Januari 2011

DIABETES MELLITUS

DIABETES MELLITUS

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia diperkirakan penderita DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas pada seluruh status sosial ekonomi. Saat ini upaya penanggulangan penyakit DM belum menempati skala prioritas utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, sistem saraf, hati, mata dan ginjal. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif, dimana terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria).

Diabetes Mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.

DEFINISI

Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara adekuat.

Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam. kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dl darah. kadar gula darah biasanya kurang dari 120-140 mg/dl pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. kadar gula darah yang normal cenderung meningkat secara ringan tetapi progresif setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif.(4,5)

ETIOLOGI

Diabetes terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.

Ada 2 macam type DM :

  1. DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena 90% sel penghasil insulin (sel beta pancreas) mengalami kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur. Terjadi kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin secara teratur. Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau kurus.

Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
Sebagian besar diabetes mellitus tipe I ini terjadi sebelum usia 30 tahun.

  1. DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II dengan obesitas dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun. DM type II bisa terjadi pada anak-anak.

Penyebab diabetes lainnya adalah:

· Kadar kortikosteroid yang tinggi

· Kehamilan (diabetes gestasional)

· Obat-obatan

· Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin (4,5)

GEJALA

Gejala klinis yang khas pada DM yaitu “Trias poli” yaitu :

* polidipsi (banyak minum),

* poli phagia (banyak makan)

* poliuri (banyak kencing),

yang sering disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada jari-jari tangan, badan terasa lemas, gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh. Kadang-kadang berat badan (BB) menurun secara drastis.

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi. Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.

Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dl), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik. (4,5,6)

KOMPLIKASI

Penyakit DM dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang membahayakan jiwa maupun mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

Komplikasi akut

  1. Komplikasi akut yang paling berbahaya adalah terjadinya hipoglikemia (kadar gula darah sangat rendah), karena dapat mengakibatkan koma (tidak sadar) bahkan kematian bila tidak cepat ditolong. Keadaan hipoglikemia ini biasanya dipicu karena penderita tidak patuh dengan jadwal makanan (diit) yang telah ditetapkan, sedangkan penderita tetap minum obat anti diabetika atau mendapatkan infeksi insulin. Gejala-gejala terjadinya hipoglikemia adalah rasa lapar, lemas, gemetar, sakit kepala, keringat dingin dan bahkan sampai kejang-kejang.
  2. Koma pada penderita DM juga dapat disebabkan karena tingginya kadar gula dalam darah, yang biasanya dipicu adanya penyakit infeksi atau karena penderita DM tidak minum obat/mendapatkan insulin sesuai dosis yang dianjurkan. Gejala dari hiperglikemia adalah rasa haus, kulit hangat dan kering, mual dan muntah, nyeri abdomen, pusing dan poliuria.

Karena sulit untuk membedakan komplikasi karena hipo atau hiperglikemia, maka dianjurkan kalau ada gejala-gejala seperti diatas pada penderita DM, lebih baik segera ditolong dengan diberikan air gula atau permen, kemudian penderita segera dikirim ke Rumah Sakit.

Komplikasi Kronis

Bila sudah terjadi komplikasi yang mengakibatkan tingginya kadar gula darah`dalam waktu lama seperti gangguan pada pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata (dapat terjadi kebutaan/retinopati diabetikum), pembuluh darah ginjal (Gagal Ginjal Kronik (GGK) sehingga harus dilakukan hemodialisa), selain upaya menurunkan kadar gula darah dengan obat antibiotik/insulin dan terapi diit, perlu pengobatan untuk komplikasinya. Diit juga ditujukan untuk mengurangi/menyembuhkan komplikasi tersebut (misalnya kadar kolesterol juga tinggi, diit diarahkan juga untuk menurunkan kadar kolesterol tersebut).

DIAGNOSA

Kritiria diagnosa untuk DM meliputi sebagai berikut :

v Glukosa plasma puasa ≥ 7.0 mmol /l atau ≥ 126 mg/dl

v Terdapat gejala- gejala diabetes ditambah KGD adrandom ≥11.1 mmol/ L atau

≥200 mg/ dl

v Glukosa plasma 2 jam setelah pemberian 75 g glukosa (oral glukosa tolerance test)≥11.1 mmol/L atau ≥ 200 mg / dl.

Kriteria ini harus ditetapkan dengan pengujian ulangan dihari yang berbeda, kecuali jika pasti hiperglikemia dengan compensasi akut metabolic. Berikut ini ada dua kategori antara ( risiko ) yang dapat ditunjukan :

v Glukosa puasa terganggu (impaired fasting glukosa) untuk glukosa palsma puasa terganggu jika antara 6.1 and 7.0 mmol / Latau 110 – 126 mg / dl

v Toleransi glukosa terganggu (impaired glukoasa toleranse) untuk tingkat glukosa ini antara 7.8 – 11.1 mmol/L atau 140 – 200 mg/dl setelah 2 jam pemberian 75 g glukosa murni lewat mulut

Seseorang dengan IFG atau IGT tidak lah DM, tetapi ini merupakan substansi resiko untuk berkembang menjadi DM tipe 2 dan penyakit jantung dan pembuluh darah dimassa yang akan datang.hemoglobin A1c ( HbA1c ), suatu class yang bermaafaat untuk mengetahui respon atau kemajuan terapi , tapi tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan penyaring (screning), atau diagnosa DM

PENGELOLAAN DM

1. Eduksi

2. Perencanan makanan

3. Latihan Jasmani

4. Obat-obatan(6,7)

Prinsip-prinsip dasar eduksi

§ Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yangsederhana baru kemudian yang lebih kompleks

§ Hindari informasi yang terlalu banyak dalam waktu singkatr

§ Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien

§ Perhatikan kondisi jasmani, psikologis, dan tingkat pendidikan pasien

§ Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi

§ Berilah nasehat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan

§ Gunakan alat Bantu dengar-pandang

§ Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan

§ Diskusikan hasil laboratorium

§ Berikan motivasi/penghargaan atas hasil yang dicapai

Perencanaan makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dan karbohidrat, protein dan lemak, sebagai berikut : karbohidrat 60-70%, protein 10-15% dan lemak 20-25%. Untuk perhitungan klinis praktis dalam menghitung jumlah kalori, penentuan status gizi memanfaatkan rumus brocca, yaitu : BB idaman = (TB-100)-10% dengan catatan untuk wanita <150cm style="" lang="SV">Prinsip pembagian porsi makanan sehari-hari disesuaikan dengan kebiasaan pasien dan diusahakan tersebar sepanjang hari, disarankan porsi terbagi 3.(6)

Tujuan utama dari pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal. Kadar gula darah yang benar-benar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang adalah semakin berkurang. (4)

Seseorang yang obesitas yang menderita diabetes tipe II tidak akan memerlukan pengobatan jika mereka menurunkan berat badannya dan berolah raga secara teratur. tetapi kebanyakan penderita merasa kesulitan menurunkan berat badan dan melakukan olah raga yang teratur. karena itu biasanya diberikan terapi sulih insulin atau obat hipoglikemik per-oral.

Semua penderita hendaknya memahami bagaimana menjalani diet dan olah raga untuk mengontrol penyakitnya. mereka harus memahami bagaimana cara menghindari terjadinya komplikasi. mereka juga harus memberikan. perhatian khusus terhadap infeksi kaki dan kukunya harus dipotong secara teratur.penting untuk Pemeriksakan matanya supaya bisa diketahui perubahan yang terjadi pada pembuluh darah di mata.(4,6,7)

Jenis-jenis obat hipoglikemik oral(6)


Generic

Nama dagang

Insulin secretaqoque

Klorpropamid

Diabenese

Klorpropamid

Daonil & Eglucon

Glibenklamid

Minidiab dan glucotrol XL

Glipizid

Diamicron

Glikazid

Glurenorm

Glimepirid

Amaryl

Repaglinid

Novonorm

Nateglinid

Starlix

Glitazon

Rosiglitazon

Avandia dan actos

Penghambat glukoksidase

Acarbose

Glucobay

Biquanid

Metlormin

Glucophage dan diabex

Terapi sulih insulin

Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin pengganti. pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). bentuk insulin yang baru (semprot hidung) sedang dalam penelitian. pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. insulin disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut. digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar, masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda:

insulin kerja cepat, contohnya adalah insulin reguler, yang bekerja paling cepat dan paling sebentar. insulin ini seringkali mulai menurunkan kadar gula dalam waktu 20 menit, mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam dan bekerja selama 6-8 jam.insulin kerja cepat seringkali digunakan oleh penderita yang menjalani beberapa kali suntikan setiap harinya dan disutikkan 15-20 menit sebelum makan.

Insulin kerja sedang, contohnya adalah insulin suspensi seng atau suspensi insulin isofan. Mulai bekerja dalam waktu 1-3 jam, mencapai puncak maksimun dalam waktu 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini bisa disuntikkan pada pagi hari untuk memenuhi kebutuhan selama sehari dan dapat disuntikkan pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam.

Insulin kerja lama, contohnya adalah insulin suspensi seng yang telah dikembangkan. Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28-36 jam. sediaan insulin stabil dalam suhu ruangan selama berbulan-bulan sehingga bisa dibawa kemana-mana.(4,7)

PENCEGAHAN DM

A. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM (lihat halaman 4). Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.

Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.

B. Pencegahan Sekunder

Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar. Memberikan pengobatan penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut DM.

Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.

Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan adanya tatacara pengobatan baku yang akan menjadi pegangan bagi para pengelola.(7)

C. Pencegahan Tersier

Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makro-angiopati.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain seperti dari bagian ilmu penyakit mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri dan lain sebagainya.(7)

DAFTAR RUJUKAN

1. Waspadji S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001

2. Peranan Diit dalam Penanggulangan Diabetes, Available at www.depkes.com/makalah/pekanDm/pdf.

3. Diabetes Mellitus, Available at www.medicastore.com/diabetesmellitus

4. Diagnosis DM, Available at www.EijkmanInstitute.htm

5. Kasper D.L, Braunwald E, Fauci A.S, Hauser S.L, Longo D.L, Jameson J.L, eds, Harrison’s Principles of Internal Medicine, McGraw-Hill Inc, New York, USA, 2005,

6. Soegondo S, Pradana S, Subekti I, et all, Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, PB PERKENI, Jakarta, 2003 ; 1-50

7. Kadri, piliang S, Asjiah N, et all, Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia, Denpasar, 1998


Tidak ada komentar: